Bangsa ini selalu memiliki bahan untuk dipertentangkan: kaya dan miskin, pribumi dan pendatang, kaum intelek dan warga berpendidikan rendah, perbedaan suku, agama, afiliasi politik dan banyak hal lagi. Perlu bahasa universal, yaitu bahasa anak-anak dan bahasa seni, untuk mengajarkan kepada masyarakat bahwa perbedaan adalah suatu kekuatan dan kekayaan jika kita bias saling menghargai, saling menghormati dan hidup berdampingan dalam harmoni”
(Zulkarnain kepada ISJN)
Kesuksesan pertemuan tahunan Presidium Indonesia Social Justice Network (ISJN) di Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan pada Desember 2017 tidak lepas dari dukungan empat relawan yang membantu menyiapkan persiapan dan pelaksanaan kegiatan. Salah seorang relawan yang terlibat membantu adalah Zulkarnain, seorang putera Desa Simpang Agung, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan.
Zul (sapaan akrabnya) yang sehari-hari berprofesi sebagai petani menjadi inisiator sebuah komunitas seni untuk remaja di desanya. Inisiatif mendirikan sanggar seni bermula dari kekhawatiran Zul dengan munculnya bibit perpecahan di masyarakat terkait perbedaan etnis dan agama antara pendatang dan penduduk lokal di desanya. Zul menambahkan pula bahwa segregasi sosial antar kelompok masyarakat juga dipicu oleh persepsi masyarakat atas tidak meratanya bantuan pemerintah ke warga, seperti bantuan pertanian dan bibit. Kondisi ini kemudian memicu rendahnya kepercayaan sosial antar warga desa dan membuat mereka seringkali sulit bekerjasama dan berpartisipasi dalam pembangunan lokal.
Kegelisahan atas indikasi segregasi sosial antar warga di desanya tersebut mendorong Zul untuk melakukan sesuatu untuk mencegahnya lebih awal sebelum terlambat dan berujung konflik horizontal. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk Zul sebagai petani muda dengan lahan milik orangtuanya yang tidak begitu luas. Menjadi hal mustahil baginya untuk melakukan sesuatu untuk orang lain sementara Zul dan orangtuanya hidup dalam kondisi yang masih serba kekurangan.
Namun Zul bukanlah pemuda kebanyakan yang cepat menyerah dan manja yang cepat baper karena kondisi sekitar yang tidak sesuai harapannya. Zul percaya bahwa niat baik dan harapan untuk membantu orang lain tidak harus dimulai karena kita memiliki kelebihan harta. Zul memulainya dengan hal sederhana dengan memanfaatkan kemampuan dan hobinya untuk mendirikan sebuah sanggar seni di rumahnya yang sangat sederhana. Berbekal pengalaman sebagai penari selama 3,5 tahun yang juga belajar secara otodidak, Zul mendirikan Sanggar Seni Sebukuh pada awal tahun 2016. Zul memakai filosofi sebukuh yang bermakna seruas bambu dalam bahasa lokal suku Komering dengan harapan bahwa cukup hanya dengan menanam seruas bambu kelak akan menghasilkan rumpun bambu yang besar dan bermanfaat bagi manusia dan alam.
Zul berharap Sangar seni Sebukuh ini menjadi wadah untuk memfasilitasi anak-anak dan remaja lintas suku, agama dan ras yang ingin mengembangkan bakat dan minat pada tari dan seni kreatif. Zul juga berharap bahwa sanggar seni ini akan menjadi tempat berkumpul dan belajar nilai-nilai toleransi, persatuan dan perdamaian bagi para remaja desa.
“Anak-anak merupakan pembawa pesan damai yang efektif untuk mengajarkan nilai-nilai toleransi kepada orang tua dan masyarakat. Pesan damai ini selalu kami integrasikan pada setiap tarian dan pertunjukan yang kami tampilkan”, terang Zul. Secara terpisah, Ayu Marlinda dan Yuni Anita sebagai anak asuh Sanggar Seni Sebukuh mengonfirmasi: “kami merasa nyaman belajar dan mngembangkan bakat menari di sanggar ini. Walaupun kami terdiri dari 8 suku-suku yang berbeda kami di ajarkan untuk saling memahami, menghargai dan menghormati perbedaan yang ada dan saling mendukung pengembangan potensi dan tidak saling mem-bully”.
Harapan besar ini dilakukan Zul dengan para remaja dan anak-anak di desanya dengan rutin berlatih di ruang tamu rumah papan orang tua Zul yang berukuran 2,5 x 5 m2. Keterbatasan modal dan fasilitas bukan merupakan penghalang tetapi menjadi motivasi untuk memunculkan ide kreatif. Zul seringkali membuat kostum dan property pendukung pertunjukan untuk anak-anak didiknya dengan bahan bekas yang didaur ulang dan bantuan seadanya para orang tua murid-muridnya. Seringkali Zul menjahit sendiri kostum penarinya dengan bahan kain murah yang dibeli di pasar.
“Zul dan tim Sanggar Seni Sebukuh memiliki kreatifitas yang luar biasa. Tim ini bisa menyulap sampah dan bahan bekas menjadi kostum serta property indah dalam pentas outdoor: Dewi Sri Penjaga Pertanian, Persatuan dan Perdamaian, dengan biaya yang ekonomis”, tutur Iwan Ahmadi sebagai salah satu pemakai jasa. Secara terpisah tim guru SDN 4 Simpang melalui Bapak Ari dan Ibu Rita menyampaikan; “ Sekolah kami memakai Zulkarnain sebagai konsultan untuk mencetak prestasi di bidang seni karena beliau menunjukkan dedikasi yang tinggi dan mengerti tentang prinsip-prinsip dasar child protection”.
Saat ini Sanggar Seni Sebukuh sudah melatih lebih dari 200 orang anak-anak dan remaja yang menebar prestasi pada tingkat kabupaten dan menjadi delegasi seni untuk berbagai festival seni di Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu sanggar seni Sebukuh juga menjadi konsultan bagi sekolah-sekolah atau berbagai pihak yang memerlukan pendapat dan asistansi teknikal di bidang seni pentas dan seni kreatif.
Keberhasilan Zul dalam membina anak-anak dan remaja di desanya mendapat apreasiasi dari warga masyarakat, salah satunya adalah Bu Maisyaroh, guru Zulkarnain waktu SMA. Bu Maisyaroh berpendapat; “ Saya sangat bangga dengan Zul meski tidak mengenyam pendidikan tinggi karena keterbatasan ekonomi dan tidak menyurutkan kecintaan Zul untuk berbuat lebih bagi bangsa. Zul adalah siswa yang sangat cerdas, mendapat juara umum dan beasiswa. Saat dia tidak bisa kuliah kedokteran pasca SMA, saya bersedih untuk bangsa ini karena kehilangan salah satu calon dokter yang cemerlang. Tetapi hari ini saya berbangga hati bahwa walau kehilangan satu calon dokter, Indonesia beruntung mendapatkan seorang pekerja seni yang kreatif yang selalu berupaya menghindarkan bangsa ini dari perpecahan dan konflik horizontal”
Kerja keras Zul yang berupaya meredam benih kebencian antar kelompok suku dan agama di desanya melalui sanggar seni Sebukuh meski dengan berbagai keterbatasan adalah upaya sangat luar biasa. Pada akhir pertemuan tahunan Presidium ISJN di Danau Ranau, Andi Ahmad Yani sebagai Kordinator Presidium Nasional ISJN memberikan penghargaan dan bantuan kepada Zulkarnain dan Sanggar Seni Sebukuh berupa beberap buah buku terbitan ISJN dan sejumlah dana. Pada proses pemberian bantuan tersebut, Zulkarnain menyampaikan kesannya;
“saya tidak pernah bermimpi bahwa apa yang saya lakukan akan dinilai setinggi ini. Saya hanya bermimpi ada Indonesia yang lebih baik. Terima kasih atas penghargaan ini. Penghargaan tertinggi sebenarnya adalah saat saya diberi kesempatan untuk selama 3 hari mengenal ISJN dan bersama-sama para anggota presidiumnya yang bekerja keras untuk memastikan penerapan keadilan sosial di Indonesia. Terima kasih sudah diberi kesempatan ‘menguping dan mengintip’ rapat dan pola pikir putera puteri terbaik bangsa ini yang menginspirasi saya untuk terus berjuang dan mengembangkan diri. Semoga suatu saat saya diberi kesempatan lagi untuk menghadiri forum-forum ISJN ke depan.”
Dilaporkan oleh Martadinata Basyir (alumni Birmingham University, UK dan IFP Fellow Cohort 2)
Posted: Februari 1, 2018 by isjn
MENARI UNTUK PERDAMAIAN DAN KESATUAN BANGSA
Bangsa ini selalu memiliki bahan untuk dipertentangkan: kaya dan miskin, pribumi dan pendatang, kaum intelek dan warga berpendidikan rendah, perbedaan suku, agama, afiliasi politik dan banyak hal lagi. Perlu bahasa universal, yaitu bahasa anak-anak dan bahasa seni, untuk mengajarkan kepada masyarakat bahwa perbedaan adalah suatu kekuatan dan kekayaan jika kita bias saling menghargai, saling menghormati dan hidup berdampingan dalam harmoni”
(Zulkarnain kepada ISJN)
Kesuksesan pertemuan tahunan Presidium Indonesia Social Justice Network (ISJN) di Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan pada Desember 2017 tidak lepas dari dukungan empat relawan yang membantu menyiapkan persiapan dan pelaksanaan kegiatan. Salah seorang relawan yang terlibat membantu adalah Zulkarnain, seorang putera Desa Simpang Agung, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan.
Zul (sapaan akrabnya) yang sehari-hari berprofesi sebagai petani menjadi inisiator sebuah komunitas seni untuk remaja di desanya. Inisiatif mendirikan sanggar seni bermula dari kekhawatiran Zul dengan munculnya bibit perpecahan di masyarakat terkait perbedaan etnis dan agama antara pendatang dan penduduk lokal di desanya. Zul menambahkan pula bahwa segregasi sosial antar kelompok masyarakat juga dipicu oleh persepsi masyarakat atas tidak meratanya bantuan pemerintah ke warga, seperti bantuan pertanian dan bibit. Kondisi ini kemudian memicu rendahnya kepercayaan sosial antar warga desa dan membuat mereka seringkali sulit bekerjasama dan berpartisipasi dalam pembangunan lokal.
Kegelisahan atas indikasi segregasi sosial antar warga di desanya tersebut mendorong Zul untuk melakukan sesuatu untuk mencegahnya lebih awal sebelum terlambat dan berujung konflik horizontal. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk Zul sebagai petani muda dengan lahan milik orangtuanya yang tidak begitu luas. Menjadi hal mustahil baginya untuk melakukan sesuatu untuk orang lain sementara Zul dan orangtuanya hidup dalam kondisi yang masih serba kekurangan.
Namun Zul bukanlah pemuda kebanyakan yang cepat menyerah dan manja yang cepat baper karena kondisi sekitar yang tidak sesuai harapannya. Zul percaya bahwa niat baik dan harapan untuk membantu orang lain tidak harus dimulai karena kita memiliki kelebihan harta. Zul memulainya dengan hal sederhana dengan memanfaatkan kemampuan dan hobinya untuk mendirikan sebuah sanggar seni di rumahnya yang sangat sederhana. Berbekal pengalaman sebagai penari selama 3,5 tahun yang juga belajar secara otodidak, Zul mendirikan Sanggar Seni Sebukuh pada awal tahun 2016. Zul memakai filosofi sebukuh yang bermakna seruas bambu dalam bahasa lokal suku Komering dengan harapan bahwa cukup hanya dengan menanam seruas bambu kelak akan menghasilkan rumpun bambu yang besar dan bermanfaat bagi manusia dan alam.
Zul berharap Sangar seni Sebukuh ini menjadi wadah untuk memfasilitasi anak-anak dan remaja lintas suku, agama dan ras yang ingin mengembangkan bakat dan minat pada tari dan seni kreatif. Zul juga berharap bahwa sanggar seni ini akan menjadi tempat berkumpul dan belajar nilai-nilai toleransi, persatuan dan perdamaian bagi para remaja desa.
“Anak-anak merupakan pembawa pesan damai yang efektif untuk mengajarkan nilai-nilai toleransi kepada orang tua dan masyarakat. Pesan damai ini selalu kami integrasikan pada setiap tarian dan pertunjukan yang kami tampilkan”, terang Zul. Secara terpisah, Ayu Marlinda dan Yuni Anita sebagai anak asuh Sanggar Seni Sebukuh mengonfirmasi: “kami merasa nyaman belajar dan mngembangkan bakat menari di sanggar ini. Walaupun kami terdiri dari 8 suku-suku yang berbeda kami di ajarkan untuk saling memahami, menghargai dan menghormati perbedaan yang ada dan saling mendukung pengembangan potensi dan tidak saling mem-bully”.
Harapan besar ini dilakukan Zul dengan para remaja dan anak-anak di desanya dengan rutin berlatih di ruang tamu rumah papan orang tua Zul yang berukuran 2,5 x 5 m2. Keterbatasan modal dan fasilitas bukan merupakan penghalang tetapi menjadi motivasi untuk memunculkan ide kreatif. Zul seringkali membuat kostum dan property pendukung pertunjukan untuk anak-anak didiknya dengan bahan bekas yang didaur ulang dan bantuan seadanya para orang tua murid-muridnya. Seringkali Zul menjahit sendiri kostum penarinya dengan bahan kain murah yang dibeli di pasar.
“Zul dan tim Sanggar Seni Sebukuh memiliki kreatifitas yang luar biasa. Tim ini bisa menyulap sampah dan bahan bekas menjadi kostum serta property indah dalam pentas outdoor: Dewi Sri Penjaga Pertanian, Persatuan dan Perdamaian, dengan biaya yang ekonomis”, tutur Iwan Ahmadi sebagai salah satu pemakai jasa. Secara terpisah tim guru SDN 4 Simpang melalui Bapak Ari dan Ibu Rita menyampaikan; “ Sekolah kami memakai Zulkarnain sebagai konsultan untuk mencetak prestasi di bidang seni karena beliau menunjukkan dedikasi yang tinggi dan mengerti tentang prinsip-prinsip dasar child protection”.
Saat ini Sanggar Seni Sebukuh sudah melatih lebih dari 200 orang anak-anak dan remaja yang menebar prestasi pada tingkat kabupaten dan menjadi delegasi seni untuk berbagai festival seni di Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu sanggar seni Sebukuh juga menjadi konsultan bagi sekolah-sekolah atau berbagai pihak yang memerlukan pendapat dan asistansi teknikal di bidang seni pentas dan seni kreatif.
Keberhasilan Zul dalam membina anak-anak dan remaja di desanya mendapat apreasiasi dari warga masyarakat, salah satunya adalah Bu Maisyaroh, guru Zulkarnain waktu SMA. Bu Maisyaroh berpendapat; “ Saya sangat bangga dengan Zul meski tidak mengenyam pendidikan tinggi karena keterbatasan ekonomi dan tidak menyurutkan kecintaan Zul untuk berbuat lebih bagi bangsa. Zul adalah siswa yang sangat cerdas, mendapat juara umum dan beasiswa. Saat dia tidak bisa kuliah kedokteran pasca SMA, saya bersedih untuk bangsa ini karena kehilangan salah satu calon dokter yang cemerlang. Tetapi hari ini saya berbangga hati bahwa walau kehilangan satu calon dokter, Indonesia beruntung mendapatkan seorang pekerja seni yang kreatif yang selalu berupaya menghindarkan bangsa ini dari perpecahan dan konflik horizontal”
Kerja keras Zul yang berupaya meredam benih kebencian antar kelompok suku dan agama di desanya melalui sanggar seni Sebukuh meski dengan berbagai keterbatasan adalah upaya sangat luar biasa. Pada akhir pertemuan tahunan Presidium ISJN di Danau Ranau, Andi Ahmad Yani sebagai Kordinator Presidium Nasional ISJN memberikan penghargaan dan bantuan kepada Zulkarnain dan Sanggar Seni Sebukuh berupa beberap buah buku terbitan ISJN dan sejumlah dana. Pada proses pemberian bantuan tersebut, Zulkarnain menyampaikan kesannya;
“saya tidak pernah bermimpi bahwa apa yang saya lakukan akan dinilai setinggi ini. Saya hanya bermimpi ada Indonesia yang lebih baik. Terima kasih atas penghargaan ini. Penghargaan tertinggi sebenarnya adalah saat saya diberi kesempatan untuk selama 3 hari mengenal ISJN dan bersama-sama para anggota presidiumnya yang bekerja keras untuk memastikan penerapan keadilan sosial di Indonesia. Terima kasih sudah diberi kesempatan ‘menguping dan mengintip’ rapat dan pola pikir putera puteri terbaik bangsa ini yang menginspirasi saya untuk terus berjuang dan mengembangkan diri. Semoga suatu saat saya diberi kesempatan lagi untuk menghadiri forum-forum ISJN ke depan.”
Dilaporkan oleh Martadinata Basyir (alumni Birmingham University, UK dan IFP Fellow Cohort 2)
Category: ISJN News