“Seluruh umat manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan hak.” Demikian salah satu pamflet menghias salah satu sudut ruang Museum HAM Omah Munir. Di tengah kesejukan Kota Batu, Malang, Omah Munir terus menggelorakan semangat perjuangan kemanusiaan Cak Munir (1965-2004). Benih-benih perjuangan kemanusiaan dan keadilan sosial terus bersemai melalui narasi keteladanan keberanian Munir dan pejuang-pejuang lain seperti Marsinah, WijiThukul, Udin, dan Salim Kancil.
“Bunga-bunga yang digugurkan oleh terik dan hujan, tak benar-benar mati. Dia kan tumbuh lagi. Sekalipun hidup hanyalah menunda kekalahan. Silakan kubur kami, kami adalah benih,” lirih senandung merdu Yab Sarpote.
Berbagai kegiatan turut merawat kenangan perjuangan di museum itu. Tak hanya merawat, museum ini juga bertujan untuk terus mewarisi nilai-nilai dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan dengan bahasa kemanusiaan yang kekinian. Untuk itu, Omah Munir tidak hanya mengandalkan kunjungan pameran di Omah Munir, tapi secara aktif menjalin komunikasi dengan berbagai pihak dalam menggali ekspresi-ekspresi kepedulian terhadap HAM, “menyalakan kemanusian”.
Seperti yang dikatakan Munir, “Hak asasi manusia, dalam makna solidaritas manusia, telah menciptakan sebuah bahasa yang universal dan setara, melampaui batas-batas rasial, gender, etnis, ataupun religius. Inilah sebabnya kami menganggapnya sebagai pintu masuk menuju dialog antar manusia dari semua kelompok sosio-kultural dan semua ideologi.”
Salah satu upaya menyemai benih-benih keadilan dan humanisme itu adalah pembuatan karya seni dan pameran bersama yang bertepatan dengan peringatan Deklarasi HAM pada 10 Desember 1948. Lewat berbagai karya meliputi seni lukis, grafis, video, musik, grafiti, ilustrasi, komik, cukil, dan film, generasi milenial ikut berjuang melawan lupa adanya penindasan terhadap kemanusiaan. Pameran ini berlangsung di Omah Munir, Kota Batu, pada 8-30 Desember 2017.
Selanjutnya, Omah Munir siap untuk tampil lebih segar dan menarik dengan melakukan pemugaran museum sepanjang tahun 2018 ini. Namun, seperti yang dikemukakan F. X. Domini B. B. Hera, Wakil Direktur Omah Munir, kegiatan Omah Munir tak akan berhenti selama kegiatan renovasi gedung. Justru melalui momentum pembangunan gedung baru, Omah Munir bisa memperluas jangkauan melalui pameran keliling, setidaknya enam kali selama tahun 2018. Pihak pengelola bersama dengan pihak-pihak terkait telah menyusun program pameran keliling itu bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan di sekitar Jawa Timur.
Program yang sedang dipersiapkan lainnya adalah “Perkemahan HAM Teater Pelajar Omah Munir”. Agenda ini bertujuan mendorong partisipasi aktif kalangan pelajar, guru, dan pelaku seni untuk merawat kekayaan warisan pengetahuan terkait masalah HAM di Indonesia. Kesadaran pengembangan konsep HAM dan keterampilan mengemasnya dalam bentuk seni ini menjadi alternatif materi HAM di ruang kelas yang masih konvensional. Pengayaan masalah HAM ini pun mendorong kekayaan kreasi budaya pop sebagai media kampanye HAM sehingga dapat menjangkau lebih banyak kalangan.*
Last Updated: Januari 29, 2018 by isjn
Museum Dipugar, Omah Munir Pameran Keliling
“Seluruh umat manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan hak.” Demikian salah satu pamflet menghias salah satu sudut ruang Museum HAM Omah Munir. Di tengah kesejukan Kota Batu, Malang, Omah Munir terus menggelorakan semangat perjuangan kemanusiaan Cak Munir (1965-2004). Benih-benih perjuangan kemanusiaan dan keadilan sosial terus bersemai melalui narasi keteladanan keberanian Munir dan pejuang-pejuang lain seperti Marsinah, WijiThukul, Udin, dan Salim Kancil.
“Bunga-bunga yang digugurkan oleh terik dan hujan, tak benar-benar mati. Dia kan tumbuh lagi. Sekalipun hidup hanyalah menunda kekalahan. Silakan kubur kami, kami adalah benih,” lirih senandung merdu Yab Sarpote.
Berbagai kegiatan turut merawat kenangan perjuangan di museum itu. Tak hanya merawat, museum ini juga bertujan untuk terus mewarisi nilai-nilai dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan dengan bahasa kemanusiaan yang kekinian. Untuk itu, Omah Munir tidak hanya mengandalkan kunjungan pameran di Omah Munir, tapi secara aktif menjalin komunikasi dengan berbagai pihak dalam menggali ekspresi-ekspresi kepedulian terhadap HAM, “menyalakan kemanusian”.
Seperti yang dikatakan Munir, “Hak asasi manusia, dalam makna solidaritas manusia, telah menciptakan sebuah bahasa yang universal dan setara, melampaui batas-batas rasial, gender, etnis, ataupun religius. Inilah sebabnya kami menganggapnya sebagai pintu masuk menuju dialog antar manusia dari semua kelompok sosio-kultural dan semua ideologi.”
Salah satu upaya menyemai benih-benih keadilan dan humanisme itu adalah pembuatan karya seni dan pameran bersama yang bertepatan dengan peringatan Deklarasi HAM pada 10 Desember 1948. Lewat berbagai karya meliputi seni lukis, grafis, video, musik, grafiti, ilustrasi, komik, cukil, dan film, generasi milenial ikut berjuang melawan lupa adanya penindasan terhadap kemanusiaan. Pameran ini berlangsung di Omah Munir, Kota Batu, pada 8-30 Desember 2017.
Selanjutnya, Omah Munir siap untuk tampil lebih segar dan menarik dengan melakukan pemugaran museum sepanjang tahun 2018 ini. Namun, seperti yang dikemukakan F. X. Domini B. B. Hera, Wakil Direktur Omah Munir, kegiatan Omah Munir tak akan berhenti selama kegiatan renovasi gedung. Justru melalui momentum pembangunan gedung baru, Omah Munir bisa memperluas jangkauan melalui pameran keliling, setidaknya enam kali selama tahun 2018. Pihak pengelola bersama dengan pihak-pihak terkait telah menyusun program pameran keliling itu bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan di sekitar Jawa Timur.
Program yang sedang dipersiapkan lainnya adalah “Perkemahan HAM Teater Pelajar Omah Munir”. Agenda ini bertujuan mendorong partisipasi aktif kalangan pelajar, guru, dan pelaku seni untuk merawat kekayaan warisan pengetahuan terkait masalah HAM di Indonesia. Kesadaran pengembangan konsep HAM dan keterampilan mengemasnya dalam bentuk seni ini menjadi alternatif materi HAM di ruang kelas yang masih konvensional. Pengayaan masalah HAM ini pun mendorong kekayaan kreasi budaya pop sebagai media kampanye HAM sehingga dapat menjangkau lebih banyak kalangan.*
Laporan: Latifah
Category: ISJN News